SUMINAH, PENDEKAR YANG MEMBERDAYAKAN MASYARAKAT

Dukuh Konang, Desa kebon, Kec. Bayat, Klaten memiliki seorang ”Pendekar”, yang mendorong pemberdayaan buruh batik. Kisah tersebut ternyata sampai di Thailand, tempat penyelenggaraan Human Home Worker Conference. Bahkan idenya direkomendasi untuk diterapkan di beberapa negara lain.
Dia adalah Suminah, perempuan yang menyelesaikan sekolah dasar melalui ujian persamaan. Di balik kegarangannya ketika menagih hutang anggota, tersimpan idealisme pemberdayaan yang tiada tanding. Karya sederhananya, yaitu mengembangkan sistem simpan pinjam bagi buruh batik di desanya. Dari simpan pinjam tersebut, kemudian dikembangkan menjadi semacam dana sehat bagi pekerja-pekerja batik di tempatnya.
Buruh batik yang mengikuti simpan pinjam, cukup menyisihkan dana sejumlah Rp. 200,00 per bulan.

Anggota yang telah membayar, jika sakit bisa berobat gratis ke Puskemas. Puskesmas akan membebankan pembiayaan tersebut kepada kelompok. Sistem asuransi sederhana tersebut mampu meningkatkan kesejahteraan buruh batik di desanya.
Merunut kembali ke belakang, karya Suminah diawali dari tawaran Bina Swadaya. Tawaran tersebut disambut baik oleh Suminah, mengingat minimnya pendapatan buruh batik di desanya. Suminah kala itu berjuang keras untuk mengumpulkan ibu-ibu, dan mengembangkan embrio kelompok yang menjadi basis pemberdayaan perempuan pengusaha kecil.
Mengumpulkan kelompok ternyata tak semudah yang dibayangkan. Tantangan terutama datang dari para suami, yang menganggap istri-istri mereka lebih banyak berkumpul dan ”bergosip” daripada bekerja. Kecurigaan lain juga muncul dari aparat pemerintah desa, yang merasa jabatannya terancam, ketika ibu-ibu digerakkan dalam sebuah kelompok. Alhasil, lahirlah intimidasi yang diterima anggota kelompok agar mereka tidak menjadi pengurus.
Berbagai halangan tersebut membuat Suminah berjuang sendiri untuk mengembangkan kelompok dan usaha bersama mereka. Pada awal 1992, dia harus berperan sebagai motivator, ketua, bendahara sekaligus sekretaris kelompok.
Dengan pengetahuan yang minim, beliau berusaha membuat pembukuan sederhana, untuk mencatat keuangan kelompoknya. ”yang penting ada debet dan kredit”, demikian prinsip Suminah dalam membuat sistem keuangan kelompok.
Sepuluh tahun kemudian, barulah ada perubahan manajerial dalam kelompok Suminem. Pelatihan Manajerial Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) yang dilaksanakan Bina Swadaya gugus wilayah Boyolali mensyaratkan setiap kelompok harus memiliki kepengurusan.
Akhirnya, KSM Sidomukti yang digawangi oleh Suminah mendaulat Suminem menjadi bendahara. Seorang yang tegas dan galak terhadap kreditor yang nakal. ”yen nesu koyo buto, nggih jan-janipun atine apik” (jika marah seperti raksasa, walaupun sebenarnya hatinya baik – RED), kata seorang anggota menanggapi sikap Suminah.
Hingga saat ini, kelompok yang dikomandaninya telah berkembang menjadi empat buah kelompok. Tiga kelompok baru yang terbentuk adalah kelompok (1) Wana arta, memfokuskan pada simpan pinjam, (2) Karya Busana, menampung ibu-ibu penjahit batik, dan (3) Kelompok Harapan, menampung ibu-ibu pedagang makanan. Keempat kelompok tersebut tetap mendaulat Suminah sebagai pendamping.
Kerja keras tersebut akhirnya membuahkan hasil bagi anggota kelompok. Hingga saat ini, KSM Sidomukti telah memiliki 45 orang anggota, dan pada tahun 2006, membagikan SHU kepada anggotanya sejumlah Rp. 21.000.000,00.
Keberhasilan lainnya, saat ini anggota KSM Sidomukti memiliki modal untuk mengelola usaha batik mereka. Anggota tinggal memproduksi batik, dan menyerahkan kepada pengepul untuk dicelup. Bahkan dari simpanan yang dimiliki anggota, KSM Sidomukti telah mampu memiliki mesin pencelup sendiri.
sumber : fasilitator masyarakat

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

DESA PENGHASIL BATIK TULIS RAMAH LINGKUNGAN

Batik Desa Kebon yang menggunakan pewarna alami Batik merupakan salah satu karya seni terkemuka di seluruh nusantara dan tela...